Penulis : Ayik
Wahyuni,S.Pd
Menjadi
guru sebenarnya bukan keinginanku tapi garis tangan Tuhan yang membuat aku
menjadi seorang guru tepatnya di desa terpencil sekitar 25 km dari tengah kota
Jember. 15 tahun pengabdianku disana, dan akhirnya Desember 2017 aku dimutasi
oleh Bupati Jember untuk pindah ke tempat yang agak dekat sekitar 8 km dari
kota dan tidak jauh dari rumahku. Walau SD kota tapi walimurid sekolah kami
perekonomiannya masih dibawah rata rata. Bukan hanya perekonomian saja, tapi
tentang pendidikan banyak sekali yang memasrahkan semuanya kepada kami para
guru-guru di sekolah. Secara otomatis, murid-murid kami mempunyai jiwa
emosional yang lebih dekat dengan para guru-guru. Terbukti banyak dari mereka
yang selalu mengajak untuk renang bahkan nonton film di bioskop bersama kami
sebagai seorang guru. Kegiatan itu beberapa kali saya lakukan tentunya ketika
mereka selesai menjalankan ujian UTS dan UAS. Memang sekolah kami ada di tengah
kota, tetapi mereka jarang melakukan refreshing dengan orang tuanya,
Seperti
biasa, setelah mengadakan UTS anak-anak ingin melihat bioskop di roxy mall
karena roxy dengan sekolah kami hanya 500 meter. Setelah selesai UAS,
rencananya hari Senin kami akan menonton film, tetapi secara tiba-tiba kami
mendapat pengumuman harus libur sekolah karena ada pandemi virus corona. Semua
kegiatan sekolah diliburkan dan belajar dirumah. Setelah itu tugas-tugas yang
dikerjakan dikirim melalui grup WA. Sehari, dua hari, tiga hari berjalan dengan
baik. Hari keempat kami sebagai seorang guru bertanya-tanya mengapa dari murid
kami 26 ada 3 yang tidak mengumpulkan tugas. Akhirnya saya mencari informasi
mengapa tidak mengumpulkan tugas. Ternyata pertanyaan itu terjawab bahwa ketiga
anak itu tidak mempunyai HP. Akhirnya kami memaklumi nya dan memberitahukan
tugas dikumpulkan saat masuk sekolah.
2
minggu sudah berlalu, ternyata belajar dari rumah diperpanjang oleh pemerintah.
Dengan sangat terpaksa pemberian tugas dan pengumpulan tugas melalui grup WA.
Dalam hati saya kepikiran ketiga murid yang tidak mempunyai HP. Akhirnya pada
suatu ketika ada salah satu wali murid yang datang kerumah menyatakan kalau
tidak punya HP dan bingung dengan tugas
yang harus dikerjakan dan bagaimana mengumpulkannya. Akhirnya kami
sebagai seorang guru memberikan solusi bahwa tugas-tugas kelas 6 yang sudah
dikerjakan bisa dikumpulkan di sekolahan setiap hari Senin dan Kamis karena
hari itu adalah piket guru kelas 6.
Kami
bukan hanya sebagai guru, tapi juga orangtua yang memiliki anak. Melihat
beberapa murid yang tidak memiliki alat berkomunikasi seperti hp terpukul lah
sebagai seorang guru ,pasti mereka bisa minder dengan teman temannya.akhirnya
kami menguatkan bahwa tanpa hp kalian juga bisa mengumpulkan pekerjaan kalian
.Ayo semangat pasti kalian bisa.selain itu mereka banyak mengeluh karena
terlalu lama dirumah.ada jenuh,bosan dan ingin kembali kesekolah.Setelah
beberapa kali kami piket hari senin dan kamis ternyata antusias murid murid
untuk mengumpulkan tugas juga semakin banyak .Pengarahan dan ,motivasi selalu
kami berikan kepada mereka baik yg mengumpulkan tugas lewat hp maupun
dikumpulkan langsung kesekolah.Semua kami beri
apresiasi dengan luarbiasa
Bisa disimpulkan bahwa tidak punya alat komunikasi
tidak menutup kemungkinan mereka tertinggal bahkan minder dengan teman
temannya. Dengan semangat yang gigih untuk mengumpulkan tugas dengan menyetor
secara langsungpun membuktikan anak anak giat belajar dan patang menyerah
apapun keadaannya.Memang keaadan yang memaksa kita semua harus dirumah dan
membatasi segala aktifitas.Tapi kalau semua kita lakukan dengan semangat
dan sukacita pasti semua akan berakhir dengan indah.Didesa dan dikota ,anak
singkong bahkan anak keju dimanapun anak anak Indoseia berada tidak membatasi
mereka untuk pintar dan belajar.Tetaplah kejar impian kalian tanpa mengenal
batas lelah.Kami para guru akan sekuat tenaga mendidik kalian untuk meraih cita
cita yang diimpikan tanpa memandang ras dan status sosial.Semoga pandemi ini
akan segera berakhir dan kita semua bisa kembali bersekolah.
0 Komentar