Oleh :
Izza Afkarina S.Pd
Mahasiswi IKIP PGRI JEMBER
Akibat
dari pandemik corona menuntut masyarakat untuk Stay at home dan Social
distancing. Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi virus
corona tidak semakin tersebar luas. Dampak dari hal ini, kegiatan masyarakat
semakin terbatas, menghindari atau menunda kegiatan yang mengumpulkan orang
banyak, mulai dari bidang sosial, ekonomi, agama, politik dan pendidikan.
Pandemik
corona ini juga menuntut pekerja untuk Work from home (WFH)/bekerja dari
rumah. Tidak hanya kaum pekerja, kaum pelajar pun juga di tuntut untuk belajar
dari rumah. Oleh sebab itu, guru dituntut untuk melek teknologi, supaya proses
kegiatan tetap berlangsung dimasa pandemik ini. Jika sebelumnya para guru
menggunakan fb, instagram, mesenger dan whatsap sebagai media sosial untuk
saling berinteraksi antar guru dan siswa. Sekarang guru dituntut belajar
memanfaatkan google meet, google class room dan zoom meeting. Hal ini dilakukan
agar proses kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung selama Stay at home.
Pada
pandemik ini tidak hanya guru yang jadi sasaran dalam pembelajaran sistem
daring ini, orang tua pun juga di tuntut untuk melek IT demi keberlangsungan
proses belajar ini. Mungkin ini sangat mudah untuk orang tua peserta didik yang
memiliki latar belakang yang tinggi, karena sebelumnya sudah mengenal bahkan
menggunakan yang namanya IT. Namun tidak begitu dengan orang tua yang
pendidikannya rendah. Mereka gagap akan teknologi bahkan sampai buta akan teknologi
tersebut. Oleh karena itu, mereka akan pasrah jika nanti putra-putrinya
berminggu-minggu tidak dapat mengikuti proses pembelajaran daring ini.
Apalagi
guru dan peserta didik yang tinggal dipelosok desa memiliki beberapa kendala
selama proses pembelajaran daring (dalam jaringan) di rumah melalui media online,
yaitu keterbatasan handphone, laptop dan gadget. Meskipun memiliki handphone,
peserta didik mengeluh akan adanya kuota atau paket data.
Mengapa
. . . ?
Karena
latar belakang perekonomian peserta didik yang kurang mampu, sehingga peserta
didik tidak bisa membeli kuota. Meskipun memiliki handphone dan kuota
atau paket data, namun terkendala dengan sulitnya koneksi internet. Hal ini,
jadi masalah dalam pelaksanaan pembelajaran daring saat berlangsung. Bahkan ada
pula siswa yang terkendala alat komunikasi yang digunakan tak memadai
dikarenakan kondisi keluarga yang kurang mampu. Padahal ini merupakan faktor
yang paling penting terlaksananya daring
Beberapa
siswa pun mengeluh adanya kegiatan pembelajaran daring karena kurang
maksimalnya proses kegiatan belajar dan menyelesaikan tugas selama materi yang
pada saat itu juga harus dikumpulkan.
Sehingga beberapa para peserta didik mengeluh, agar tugas yang telah diberikan
para guru tidak diberikan pada saat itu juga dan penyelesaian tugas di undur.
Hal ini juga membuat para guru terkendala dalam menyelesaikan dan mengevaluasi
meteri mengajar.
Seharusnya
pemberlakuan sistem pembelajaran daring ini memperhatikan latar belakang
peserta didik terlebih dahulu. Sebab, tidak semua peserta didik berasal dari
keluarga dan lingkungan yang mendukung. Seperti terdapat peserta didik yang
perekonomiannya rendah, ada juga orang tuanya Broken home, tempat
tinggalnya padat penduduk (ramai) atau bahkan koneksi internet di tempat
tinggal susah. Hal semacam ini pula harus diperhatikan, karena contoh-contoh di
atas bisa jadi dapat mengganggu proses belajar mengajar berlangsung.
Oleh
sebab itu, guru dituntut lebih kreatif, aktif dan efektif bagaimana supaya
siswa dapat belajar optimal dan menyenangkan sehingga kegiatan pembelajaran
daring ini bisa terlaksana dengan baik. Karena mengajar merupakan seni dalam
berbagi ilmu ke peseta didik.
0 Komentar