About Me

gambar koala

Jempol Buat Perjuangan PB PGRI Ditengah Pandemi Covid 19


Oleh : Emmy Juliawati, S.S (Guru SMPN 1 Jember, Jawa Timur)


PGRI sebagai organisasi perjuangan adalah bagaimana memperjuangkan kemerdekaan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas PGRI sesuai dengan jati dirinya sebagai organisasi profesi, ketenaga kerjaan dan perjuangan adalah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. 


Ditengah krisis Pandemi Corona Virus Diseases 2019 (COVID 19), tak menghentikan semangat PGRI untuk terus bergerak dan berkomitmen memperjuangkan aspirasi pendidik (guru) dan non kependidikan untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang lebih baik. Jakarta, Selasa, tanggal 7 April 2020, merupakan sejarah bagi  PGRI. Ini awal pertama PGRI menggelar Rapat Koordinasi Nasional yang dilakukan secara virtual dimana ini diikuti kurang lebih 500 peserta, yang tergabung secara virtual, mulai dari PB PGRI, Ketua PGRI Propinsi, Ketua PGRI Kabupaten/Kota, Pengurus Perguruan Tinggi PGRI, Pengurus Persekolahan PGRI, dan Pengurus APKS PGRI se Indonesia.
Diawal rapat tersebut Pengurus Besar PGRI menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pemerintah Bapak Jokowi Widodo yang senantiasa mendukung  upaya PGRI dalam upaya mencegah terjadinya  penyebaran Covid 19 di Indonesia. Beliau juga memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para tenaga medis Indonesia atas dedikasi dan komitmennya yang telah berjuang digarda terdepan ditengah pandemi  ini.

Pada rakornas virtual tersebut telah melahirkan delapan rekomendasi yang beragam. Ada dua rekomendasi dari Pengurus Besar PGRI yang benar-benar membawa angin segar yang memang ditunggu-tunggu oleh para guru di Republik ini, yaitu rekomendasi  pada butir ketiga dan kelima.
Mohon ijin penulis menyampaikan opininya tentang rekomendasi PGRI pada butir kedua yaitu terkait hak guru honorer untuk mendapatkan honor dari dana BOS yang terkendala adanya aturan dari pemerintah  untuk meniadakan syarat bahwa harus memiliki NUPTK, padahal untuk mendapatkan NUPTK itu harus memiliki SK Pengangkatan guru honorer dari Kepala Sekolah. Usulan PGRI kepada pemerintah agar petunjuk teknis, khususnya dalam persyaratan menerima honor yang ber NUPTK itu mohon dengan sangat supaya diperbaiki.

Seperti yang kita ketahui dilapangan bahwa keberadaan guru honorer ini memang sebuah kebutuhan. Guru honorer tetap memiliki peran dan kontribusi yang nyata bagi roda kehidupan disekolah. Miris rasanya ketika mereka harus menerima aturan yang demikian ini, apalagi untuk saat ini ketika bencana pandemi corona juga melanda di negeri ini. Tentu saja ini akan membuat nasib para guru honorer akan semakin menyedihkan. Mereka mau tidak mau harus tetap bertahan hidup, memenuhi kebutuhan ekonomi keluaraganya. Mereka punya anak dan istri yang butuh makan. Apalagi dengan Kegiatan Belajar Mengajar yang saat ini harus  mengikuti himbauan pemerintah yaitu siswa belajar dari rumah, guru bekerja dari rumah, ini semakin membawa imbas yang berat sekali bagi nasib guru-guru ini. Karena mereka juga harus menyiapkan paketan data internet, baik untuk dirinya sebagai guru (fasilitator) dan juga anak-anaknya yang harus mengikuti pembelajaran daring, bisa via Google Classroom, via Group WA. Belum lagi ditambah sejak lockdown mereka harus berdiam diri dirumah, yang otomatis kebutuhan sembako bagi rumah tangganya akan semakin menambah permasalahan yang berat, karena semua anggota keluarga berkumpu dirumah. 

Rekomendasi butir kelima yaitu PGRI mendesak pemerintah untuk membayarkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) catur wulan pertama kepada para guru yang berhak menerimanya. Bu Ketum juga menjelaskan bahwa hendaknya pemerintah tetap membayarkan gaji ke -13 dan THR kepada para guru, dosen dan tenaga seperti tahun-tahun sebelumnya.

Mohon ijin penulis menyampaikan opini yang merupakan curahan isi hati bagi para guru ASN di Indonesia, dimana bencana Pandemi ini sudah melanda negeri ini hampir  satu bulan lebih. Sebagai guru jujur kita merasa shock berat dengan situasi yang kita hadapi saat ini. Apapun suasana dikelas itu menjadi hiburan bagi kita para guru.

Ketika kami harus dihadapkan harus berdiam diri di rumah, berat bagi kami melaksanakannya. Kamipun harus bisa mencukupi kebutuhan pokok kami. Selama pandemi anak-anak gurupun mencari kesibukan dengan menghibur diri mengajak untuk memasak bersama (mencoba praktik kue, praktik masakan yang menjadi favorit gen Z, dan mencoba praktek minuman yang kekinian). Padahal harga sembako dan kebutuhan dapur seperti sayur, bumbu-bumbu, juga mengalami lonjakan yang cukup signifikan. Sehari saja untuk kebutuhan belanja tidaklah cukup dengan uang tujuh puluh lima ribu, meski itu anak satu. 

Para guru juga yang rumahnya tidak ada fasilitas wifi akhirnya harus membelikan paketan data internet untuk bisa mengakses tugas-tugas persekolahan. Guru-guru yang ada di Republik ini masih harus dihadapkan dengan kenyataan hidup, karena masih punya beban angsuran  rumah, motor, ditambah biaya listrik yang akhirnya naik karena memang pada akhirnya semua anggota keluarga berkumpul dirumah menonton televisi, menggunakan laptop dari pagi untuk memantau kelas daring  sampai menunggu siswa mengirim tugas sampai malam jam 21.00. Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika guru-guru di Indonesia ini telah terikat hutang dengan Bank Daerah, karena ya memang secara realita gaji guru Indonesia mohon maaf masih dibawah garis  standart. Semoga kedepan Bapak Jokowi Widodo bisa merealisasikan mimpi indah guru yang mengharapkan jika TPG ini bisa dicairkan jadi satu dengan gaji bulanan. Amin…..

Sekian opini dari penulis. Semoga Bapak Jokowi diberikan kekuatan dalam memipin Negara Indonesia menuju pendidikan yang maju dan bermutu. Terima kasih buat PB PGRI yang tak henti-hentinya memperjuangkan  nasib para guru di Indonesia.  

Hidup PGRI !! Solidaritas !! Yess !!! Siapa kita?? Indonesia

Posting Komentar

0 Komentar