Oleh Muhamad Ali Hasymi
Guru Bahasa Inggris di
SMP Negeri 8 Jember
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menghasilkan paradigma baru yaitu guru professional. Seorang guru professional
harus melaksanakan tugas atau kewajibannya sesuai dengan prinsip bakat, minat,
panggilan jiwa dan idealisme. Di dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa
seorang guru professional harus berkomitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan dan ketakwaan dan akhlak mulia.
Usaha pemerintah ini merupakan jawaban atas tudingan
kepada dunia pendidikan bahwa carut-marutnya dunia pendidikan di Indonesia
disebabkan oleh guru yang tidak professional. Diantara ratusan ribu guru yang
ada di Indonesia masih banyak yang memiliki sifat dan perilaku yang tidak professional
sebagai seorang guru. Pertama, masih banyak guru yang
malas membuat Perangkat Mengajar dalam setiap program pengajarannya. Sebagai
seorang guru seharusnya mampu menerjemahkan alokasi waktu yang tersedia dengan
kurikulum yang akan diajarkan. Maka tersusunlah Perangkat Mengajar untuk setiap
pertemuan. Hal ini dimaksudkan supaya guru mempunyai perencanaan yang matang (planning)
sebelum menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Setelah program selesai
kemudian menyusun analisa hasil ulangan sebagai sarana evaluasi (evaluating).
Banyak guru tidak menyusun perangkat ini karena berbabagai macam alasan. Antara
lain sibuk mencari penghasilan tambahan (karena gaji guru kurang). Ada juga yang mengambil
RPP milik guru lain atau dikenal dengan copy paste.
Kedua,
masih banyak guru yang malas untuk menambah pengetahuan melalui membaca buku.
Keengganan guru menambah pengetahuannya melalui membaca berpengaruh pada metode
pelajaran yang diberikan kepada siswa. Tentu saja membuat siswa bosan dan malas
dengan metode pengajaran yang itu-itu saja. Guru menyuruh siswanya untuk gemar
membaca tetapi ironisnya perpustakaan sekolah tidak pernah didatangi oleh
guru-guru yang mau menambah ilmu pengetahuan. Perpustakaan daerah sepi
pengunjung. Bahkan pengunjung dari guru masih sangat minim seperti yang terjadi
di Kabupaten Jember. Guru jarang membaca berkorelasi pada minimnya hasil
penelitian guru. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) jarang dibuat atas kesadaran
sendiri untuk mencari jawaban atas permasalahan yang terjadi dalam program
pengajaran. Ironisnya, ketika PTK dibuat sebagai salah satu isi portofolio
sertifikasi, guru-guru membuat dengan hanya copy paste dari sumber lain.
Ironis sekali.
Ketiga,
masih banyak guru yang Gaptek (gagap teknologi). Masih banyak guru yang tidak bisa mengoperasikan
Komputer. Alasan usia yang sudah udzur dan tidak punya dana untuk membeli
komputer muncul ketika ditanyakan kepada sebagian guru yang gaptek. Penguasaan
komputer menjadi sangat penting di era globalisasi yang menuntut kerja lebih
cepat. Relasinya dengan internet. Penguasaan internet juga menjadi penting agar
guru mempunyai pengetahuan yang lebih. Seorang siswa bisa bertanya ke internet
daripada ke guru karena internet memberi jawaban yang lebih akurat dari pada
bertanya kepada guru. Suatu masalah akan lebih dijelaskan secara terinci dalam Yahoo.
Google atau wikipedia. Apabila guru belum menyentuh komputer dan
internet maka pendidkan kita pun hanya akan jalan di tempat.
Permasalah siswa yang muncul mulai dari kasus video
mesum, free sex, perkelahian pelajar,
narkoba, penyalahgunaan teknologi smarphone, game online dan sebagainya
merupakan sebagian kecil imbas yang ditimbulkan oleh guru yang tidak
professional.
Pemerintah menuntut semua guru harus profesional. Tetapi
profesionalisme bukan faktor utama. Keikhlasan seorang guru untuk mengabdikan
dirinya demi pendidikan sangat diharapkan. Dengan keikhlasan terciptalah
metode-metode baru yang akan membuat siswa mudah mencerna materi pelajaran.
Keikhlasan muncul dari pribadi-pribadi guru yang mau berusaha keras
mengmbangkan kemampuannya. Merencanakan, membaca, meneliti dan belajar
teknologi akan dilakukan hingga mencapai keikhlasan. AA Gym menulis dalam
Manajemen Qolbu bahwa orang yang paling menikmati hidup adalah orang yang
paling bersungguh-sungguh menjaga keikhlasanya. Setidaknya, orang yang sangat
ikhlas dia akan sangat minim rasa kecewanya, kenapa? Karena meluruskan niat dan
menyempurnakan iktiyar (Gymnastiar, Abdullah, 2012)
Maka guru yang professional harus bisa mendidik secara
profesional. Guru professional juga harus bisa mendidik dengan hati. Mendidik
dengan hati akan membuahkan anak-anak yang hidup dalam kebenaranya menjadikan
dia sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Mendidik dengan hati nurani
tujuanya hanya satu yakni terjadinya kesinambungan antara otak dan hati.
Maraknya kasus-kasus yang menimpa pelajar merupakan imbas
dari guru yang tidak mengggunakan hati dalam mendidik. Asal datang mengajar
sesuai dengan jadual, dan pulang. Siswa masih perlu pendampingan. Mendampingi
mereka dalam menghadapi masalah, sebuah jawaban bagaimana mereka akan
mengarungi masa depannya kelak. Kalau siswa sudah didekatkan antara otak dan
hatinya maka siswa akan berpikir ulang untuk melakukan perbuatan yang melanggar
norma agama, hukum dan tata krama.
Penulis adalah
-
Muhamad Ali Hasymi, M.Pd
-
Guru Bahasa Inggris di
SMP Negeri 8 Jember
0 Komentar