Jamaludin,
S.Pd
Guru SMPN 1 Sukowono
Melatih
diri agar memiliki kemampuan tertentu terkadang bukan dimulai dari sebuah
kesadaran. Keterpaksaan terkadang menjadi satu pendorong agar seseorang
melakukan sesuatu. Tidak ada jaminan,
jika seseorang memulai sesuatu dengan penuh kesadaran akan memperoleh
hasil lebih baik dibandingkan orang lain yang memulai dengan keterpaksaan. Bisa
jadi karena tekanan yang luar biasa, keterpaksaan menuai hasil diluar dugaan.
Mengapa demikian? Karena hasil yang
melebihi target diharapkan dapat mengurangi tekanan.
Saat ini seluruh dunia terhenyak
dengan satu wabah yang datang bak air bah. Dalam waktu yang cukup cepat dan
singkat tanpa bisa dicegah. Sebagian besar masyarakat di dunia menghadapinya
dengan pongah. Mereka mencoba tidak mengindahkan anjuran pemerintah. Dalam
waktu yang tidak berselang lama semua dibuat terperangah. Mereka lengah dan
akhirnya bertindak gegabah. Jika tidak ada tindakan tepat bisa berakibat
populasi manusia di beberapa belahan dunia terancam punah. Agar penyakit ini
tidak semakin melimpah ruah, maka dibuatlah kebijakan “stay at home” atau tinggal di rumah. Sampai kapan? Tentunya sampai
sang virus menyerah kalah.
Indonesia tak luput dari teror wabah akibat virus yang mendunia. Ratusan
jiwa melayang sebagai korbannya. Dengan cepat pemerintah mengambil tindakan
antisipatif. Diantaranya dengan menghindari terjadinya kerumunan massa.
Sehingga sekolah yang menjadi salah satu tempat potensial untuk konsentrasi
massa harus meliburkan siswa. Tetapi libur tersebut tidak berarti proses
pembelajaran juga ikut-ikutan libur. Proses pembelajaran tetap dilaksanakan
menggunakan media sosial.
Handphone khususnya android yang
selama ini menjadi sarana komunikasi semakin menajamkan perannya untuk menjawab
kebijakan “tinggal di rumah”. Belajar Jarak Jauh (BJJ) diterapkan dalam dunia
pendidikan untuk semua jenjang. Proses belajar mengajar menggunakan jasa
android dan sejenisnya.
Apakah
dengan kebijakan ini masalah selesai? Mungkin untuk menghindari kerumunan
massa, BJJ menjadi solusi alternatif . Tetapi ternyata muncul masalah – masalah
baru. Diantaranya adalah tidak semua siswa memiliki android, tidak semua siswa
mampu menggunakan android untuk aplikasi yang digunakan, belum lagi signal yang
tidak mendukung serta masalah – masalah lainnya.
Jika siswa mengalami beberapa
kendala dalam BJJ, bukan berarti guru tidak ada kesulitan. Harus diakui,
sebagian besar wilayah Indonesia adalah pedesaan. Kepemilikan android dan
perangkat IT lainnya masih jauh dari fungsi yang sebenarnya jika digunakan
dalam pembelajaran. Bisa dihitung berapa banyak siswa bahkan guru yang
menggunakan facebook, instagram, whatsapp
ataupun fasilitas lain dalam media social. Tetapi penggunaannya sekedar update atau pamer status, komentar atas
sebuah postingan dan yang paling parah adalah menkmati game sampai lupa belajar. Tidak bisakah pamer status diarahkan pada
pamer atas sebuah karya seni atau sain? Tidak bisakah komentar atas postingan
diarahkan pada gerakan literasi sehingga muncul sebuah karya berupa tulisan? Tidak bisakah dirancang sebuah game untuk pembelajaran sehingga lebih
menyenangkan?
Dengan kondisi yang tidak diketahui
akhir waktunya seperti saat ini semua harus mau dengan penuh kesadaran ataupun
dengan keterpaksaan. Mau untuk belajar melalui dunia maya. Belajar walapun
merasa terpaksa agar terbiasa. Terbiasa menggunakan fasilitas IT semaksimal mungkin untuk belajar dan
mengajar. Belajar mengajar yang terencana, terstruktur dan terukur. Semata –
mata agar mata rantai wabah bisa segera diatasi. Walaupun ada pengecualian
wilayah karena belum terjangkau signal dan fasilitas komunikasi atau faktor
ekonomi peserta didik.
Disamping guru dan siswa yang
dituntut untuk belajar dan mengajar online,
orang tua mau tidak mau juga harus siap dengan kebijakan pemerintah tentang
belajar jarak jauh atau lebih tepatnya belajar di rumah. Kenyataan selama ini
aktifitas belajar anak sebagian besar menjadi
tanggung jawab guru di sekolah. Orang tua lebih kepada mendorong dan
mendukung agar target prestasi anak tercapai. Saat ini orang tua dengan penuh
kesadaran ataupun dengan keterpaksaan dituntut untuk bisa mengarahkan aktifitas
belajar anak selama 24 jam. Semua orang tua harus dikenai dan menjalani
kebijakan belajar di rumah bagi anak. Alasan apapun tidak berlaku. Tidak ada
yang bisa mengelak.
Tidak salah jika ada pepatah “alah
bisa karena biasa”. Yang tidak biasa dan tidak mau terbiasa haruslah dipaksa.
Mungkin lebih tepat jika pepatah tersebut dilengkapi menjadi “alah bisa karena
biasa, jika tidak (mau) biasa haruslah dipaksa. Jika tidak dipaksa akibatnya
adalah adanya pembiaran yang berlarut – larut sehingga pendidikan akan
terbengkalai. Masa depan anak dan bangsa akan menjadi taruhannya. Sehingga semua yang bersinggungan langsung
maupun tidak langsung dengan dunia pendidikan harus membiasakan diri walaupun
dengan terpaksa.
Tidak seorangpun yang mampu
memastikan kapan akhir dari musibah. Para pakar kesehatan hanya bisa memberi
rambu-rambu akhir dari wabah. Pemerintah hanya mampu mereka-reka langkah
terbaik agar persebaran virus bisa dicegah. Sebagai makhluk yang merasa
memiliki Tuhan, kita harus tetap berusaha. Dengan segala cara agar di saat
susah kesulitan bisa diatasi dengan mudah.
Hasilnya kita hanya bisa pasrah. Dibalik musibah pasti ada hikmah.
0 Komentar